Jumat, 10 Mei 2013

Tan Malaka dan Islam



Tan Malaka dan Islam

Oleh : Syamdani, M. Pd.


…..terjemahan Qur’an ke daam bahasa Belanda dahulu beberapa kali saya tamatkan, semua buku dan diktatnya Almarhum Snouck Hurgroaje tentang Islam sudah saya baca. Baru ini di Singapura saya baca lagi terjemahan Islam ke bahasa Inggris oleh Sales dan ahli Timur, ialah Maulana Muhammad Ali Almarhum. (Tan Malaka, Madilog, 2000)


Tan Malaka dan Pan Islamisme
Pemikiran Tan Malaka tentang Islam terutama terlihat dari beberapa karyanya seperti Komunisme dan Pan Islmamisme, Madilog dan Islam dalam Tinjauan Madilog.[1] Hampir dari keseluruhan karya Tan Malaka yang berkaitan dengan Islam sangat memuji tentang agama ini. Dalam Madilog misalnya Tan Malaka mengatakan, “Saya anggap bahwa agama monotheisme Nabi Muhammad yang paling consequent terus lurus. Maka itulah sebabnya menurut logika maka Muhammad yang terbesar diantara nabinya monotheisme.”[2]
Tan Malaka tidak melihat adanya pertentangan dirinya dengan ajaran-ajaran yang ada dalam agama Islam. Bahkan Tan Malaka berani berbeda pendapat dengan Lenin di Rusia  tentang Islam. Ia juga berbeda pendapat dengan Komintern yang tetap memegang prinsip Marx yang menganggap agama sebagai candu dan mencurigai bahwa Pan Islamisme hanya sebagai sebuah gerakan borjuis Islam.[3] Bagi Tan Malaka, Pan Islamisme adalah sebuah gerakan revolusioner dalam menentang imperealisme. Dikatakan oleh Tan Malaka,
Saat ini, Pan-Islamisme berarti perjuangan untuk pembebasan nasional, karena bagi kaum Muslim, Islam adalah segalanya: tidak hanya agama, tetapi juga Negara, ekonomi, makanan, dan segalanya. Dengan demikian Pan-Islamisme saat ini berarti persaudaraan antar sesama Muslim, dan perjuangan kemerdekaan bukan hanya untuk Arab tetapi juga India, Jawa dan semua Muslim yang tertindas. Persaudaraan ini berarti perjuangan kemerdekaan praktis bukan hanya melawan kapitalisme Belanda, tapi juga kapitalisme Inggris, Perancis dan Itali, oleh karena itu melawan kapitalisme secara keseluruhan. Itulah arti Pan-Islamisme saat ini di Indonesia di antara rakyat kolonial yang tertindas, menurut propaganda rahasia mereka – perjuangan melawan semua kekuasaan imperialis di dunia.[4]

Keberanian Tan Malaka dalam berbeda pendapat dengan banyak orang tentang Islam termasuk dengan Komintern bukan sebuah keberanian yang sembrono, melainkan sebuah keberanian yang dilandasi dengan pengetahuannya yang luas tentang Islam. Apakah Tan Malaka mempelajari Islam secara mendalam atau tidak, memang belum bisa dibuktikan. Namun Tan Malaka dalam Madilog mengatakan:
Sumber yang saya peroleh buat Agama Islam, inilah yang hidup. Seperti saya sudah lintaskan lebih dahulu dalam buku ini, saya lahir dalam keluarga Islam yang taat. Pada ketika sejarahnya Islam buat bangsa Indonesia masih boleh dikatakan pagi, diantara keluarga tadi sudah lahir seorang alim ulama, yang sampai sekarang dianggap keramat. Ibu bapa saya keduanya taat dan orang yang takut kepada Allah dan jalankan sabda Nabi.
Saya saksikan ibu saya sakit menentang malaikat maut menyebut "Djuz Yasin" berkali-kali dan sebagian besar dari Al-Qur’an, dilafalkan di luar kepala. Orang kabarkan bapak saya didapati pingsan setelah badannya dalam air. Dia mau menjawat air sembahyang, sedang menjalankan tarikat, setelah bangun sadar, dia bilang dia berjumpa dengan saya yang pada waktu itu di negeri Belanda. Masih kecil sekali saya sudah bisa tafsirkan Al-Qur’an, dan dijadikan guru muda. Sang Ibu menceritakan Adam dan Hawa dan Nabi Yusuf. Tiada acap diceritakannya pemuka, piatu Muhammad bin Abdullah, entah karena apa, mata saya terus basah mendengarnya. Bahasa Arab terus sampai sekarang saya anggap sempurna, kaya, merdu jitu dan mulia.[5]
Selama di kampung Tan Malaka mempelajari Islam tidak dalam waktu yang lama sebagaimana kebanyakan pemuda Minangkabau yang lain, karena ia harus meninggalkan Minangkabau untuk melanjutkan studinya ke Belanda. Tapi ia senantiasa tertarik untuk memahami Islam. Dalam Madilog Tan Malaka mengatakan,
….Saya sendiri tiada sempat meneruskan pelajaran bahasa Arab yang saya pelajari berpuluh tahun yang silam dengan cara surau yang sederhana itu tentulah sekarang sudah melayang sama sekali. Tetapi semua perhubungan dengan Islam dan Arab dahulu di Eropa, pasti mengambil perhatian saya. Dengan mengikat pinggang lebih erat, saya ketika di Negeri Belanda membeli sejarah dunia berjilid-jilid salinan bahasa Jerman ke Belanda, karena di dalamnya ada sejarah Islam dan Arab dituliskan dengan lebih sempurna dari yang sudah-sudah.[6]
Antara Muslim atau Bukan
Tan Malaka sebagaimana diakuinya dalam Madilog di atas, sewaktu masih kecil sudah bisa tafsir Al Qur’an dan ia malah ikut mengajarkan Al Qur’an kepada temannya yang lain dalam posisi sebagai guru muda.[7] Ia juga dilahirkan dalam keluarga penganut Islam yang taat. Menurut Zulhasril Nasir, dalam perjalanan sejarahnya tidak ditemukan satu kalimatpun perkataan Tan Malaka yang memusuhi Islam, apalagi tidak mengakui beragama Islam.[8] Dalam sebuah pidato yang disampaikannya pada Kongres Komunis Internasional ke-empat pada tanggal 12 Nopember 1922 Tan Malaka mengatakan,
….Kami telah ditanya di pertemuan-pertemuan publik: Apakah Anda Muslim - ya atau tidak? Apakah Anda percaya pada Tuhan – ya atau tidak? Bagaimana kita menjawabnya? Ya, saya katakan, ketika saya berdiri di depan Tuhan saya adalah seorang Muslim, tapi ketika saya berdiri di depan banyak orang saya bukan seorang Muslim, karena Tuhan mengatakan bahwa banyak iblis di antara banyak manusia![9]

Apa yang disampaikan Tan Malaka dihadapan tokoh-tokoh komunis dunia pada Kongres Komunis Internasional ke-empat, menyiratkan bahwa sesungguhnya ia tetap seorang muslim dan tidak pernah meninggalkan agama tersebut. Selama masa Jepang seorang rekan yang pernah dekat dengan Tan Malaka mengatakan bahwa ia tidak tahu apakah Tan Malaka melaksanakan shalat setiap hari atau tidak, tetapi ia mengatakan bahwa Tan Malaka senantiasa melakukan shalat Jum’at.[10]
Permasalahan Tan Malaka seorang yang beraliran komunis, adalah masalah lain. Bisa saja komunis adalah sarana perjuangan bagi seorang Tan Malaka untuk memanisfestasikan apa yang ada di pikirannya. Tan Malaka tidak pernah menyerang Islam, sebaliknya ia justru berusaha untuk menyatukan antara Islam dengan komunis. Oleh karena itu Tan Malaka agak kecewa ketika pihak Serikat Islam (SI) melaksanakan langkah disiplin partai. Tan Malaka mengatakan, “Memang susahlah menghilangkan sentimen dan mendapatkan persamaan berbentuk satu program yang tegas nyata, dalam bangun organisasi bagaimanapun juga.[11]

Tan Malaka dan Islamnya Seorang Bolsewik
Kajian tentang Islamnya seorang Tan Malaka sampai sekarang masih dalam perdebatan. Tan Malaka sendiri sebenarnya telah menyatakan bahwa ia adalah seorang Muslim. Hal itu justru disampaikannya ketika ia berada dihadapan tokoh-tokoh komunis dunia di depan Kongres Komunis Internasional ke-empat pada tanggal 12 Nopember 1922. Ia dengan tegas menentang thesis yang didraf oleh Lenin dan diadopsi pada Kongres Kedua, yang telah menekankan perlunya sebuah “perjuangan melawan Pan-Islamisme”, Tan Malaka mengusulkan sebuah pendekatan yang lebih positif. Ia menawarkan bahwa dalam kondisi zaman itu yang dibutuhkan bukan melakukan perlawanan terhadap Islam karena hal itu berarti menambah jumlah lawan yang harus dihadapi oleh kaum komunis dunia. Perlawanan yang dilakukan oleh pihak komunis internasional terhadap Islam justru membuat kaum komunis di sebagian dunia terutama di Timur akan mengalami kesulitan hebat. Seperti di Indonesia, salah satu dampak perlawanan sebagian tokoh komunis Indonesia telah menyebabkan perpisahan antara kaum komunis dengan Serikat Islam.
Perbantahan yang dilakukan oleh Tan Malaka terhadap ide Lenin yang menentang Pan Islamisme, tidak saja dilakukan Tan Malaka karena mengharap keuntungan politis atas kerjasama yang terjalin, akan tetapi jauh lebih dalam dari pada itu. Pengucilan kaum komunis  dari gerakan Islam bagi Tan Malaka merupakan pengucilan terhadap dirinya sendiri. Bagaimanapun Tan Malaka tidak bisa melepaskan diri dari Islam. Ia dilahirkan dari kalangan Islam yang taat dan mempelajari berbagai literatur tentang Islam. Sebagaimana yang disampaikannya di hadapan Kongres Internasionale IV tersebut, Tan Malaka sebenarnya tetap sebagai muslim meskipun ia mengambil jalan komunis.  Permasalahannya kemudian apakah Tan Malaka benar-benar seorang muslim?
Banyak orang meragukan bahwa Tan Malaka seorang muslim lantaran ia seorang komunis. Tapi sepanjang literatur yang ditemukan dan berdasarkan pengakuan Tan Malaka di Kongres Internasionale IV sebagaimana telah dibahas sebelumnya, tidak ada alasan untuk menolak keislaman seorang Tan Malaka.
Ketika mendapat pekerjaan tetap di Tambang Arang, Bayah, Tan Malaka oleh beberapa orang di sekitar Bayah diketahui  tetap melaksanakan shalat Jum’at. Memang orang tidak melihatnya melakukan shalat lima waktu sehari semalam.[12] Di bagian lain ada orang mengatakan bahwa ada dua waktu Tan Malaka yang tidak boleh diganggu dan selalu dirahasikan dari orang lain. Dua kebiasaan tersebut adalah ketika ia sedang Shalat dan ketika sedang menulis.
Berdasarkan beberapa data di atas, maka dapat dikatakan bahwa Tan Malaka meskipun sebagai seorang komunis, ia tetap sebagai seorang muslim. Ia mengamalkan Islam dengan cara yang dipahaminya sendiri.


* * * *


[1] Karya berjudul Islam dalam Tinjauan Madilog sebenarnya adalah bagian dari karya Tan Malaka berjudul Madilog. Oleh karena itu, karya ini merupakan pengulangan dari apa yang pernah dikemukakan Tan Malaka dalam Madilog tersebut.
[2] Tan Malaka, Madilog, (Jakarta, Pusat Media Indikator, 1999) hal. 320-321.
[3] Hasan Nasbi, Filosofi Negara Menurut Tan Malaka (Jakarta, LPPM Tan Malaka, 2004), hal. 15.
[4] Tan Malaka, “Komunisme dan Pan Islamisme“, http://www.marxists.org/ indonesia/archive/malaka/panislamisme/ ondex.htm, diakses tanggal 30 Desember 2010, jam. 20.54.     
[5] Tan Malaka, Madilog .....  hal. 381
[6] Tan Malaka, Madilog .....  hal. 382.
[7] Tan Malaka, Madilog .....  hal. 381
[8] Zulhasril Nasir, Tan Malaka dan Gerakan Kiri Minangkabau (Yogyakarta, Ombak, 2007), hal. 162.
[9] Ini adalah sebuah pidato yang disampaikan Tan Malaka pada Kongres Komunis Internasional ke-empat pada tanggal 12 Nopember 1922. Pidato ini menentang thesis yang didraf oleh Lenin dan diadopsi pada Kongres Kedua, yang telah menekankan perlunya sebuah “perjuangan melawan Pan-Islamisme”, Tan Malaka mengusulkan sebuah pendekatan yang lebih positif dari apa yang dikemukakan Lenin tersebut. Lengkapnya lihat Tan Malaka, “Komunisme dan Pan Islamisme“, http://www.marxists.org/indonesia/archive/.... diakses tanggal 30 Desember 2010, jam. 20.54.
[10] Hendri F. Isnaeni, Penyamaran Terakhir Tan Malaka di Banten 1943-1945 (Jakarta, Media Alam Semesta, 2009), hal. 105.
[11] Tan Malaka, Dari Penjara ke Penjara Jilid I (Jakarta, Teplok Press, 2000), hal. 117-118.
[12] Hendri F. Isnaeni, Penyamaran Terakhir Tan Malaka di Banten 1943-1945, …. hal. 105.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar