Tan Malaka dan Islam
Oleh : Syamdani, M. Pd.
…..terjemahan Qur’an ke daam bahasa Belanda
dahulu beberapa kali saya tamatkan, semua buku dan diktatnya Almarhum Snouck
Hurgroaje tentang Islam sudah saya baca. Baru ini di Singapura saya baca lagi
terjemahan Islam ke bahasa Inggris oleh Sales dan ahli Timur, ialah
Maulana Muhammad Ali Almarhum. (Tan Malaka, Madilog, 2000)
Tan Malaka dan Pan Islamisme
Pemikiran Tan Malaka tentang
Islam terutama terlihat dari beberapa karyanya seperti Komunisme dan Pan Islmamisme, Madilog dan Islam dalam Tinjauan Madilog.[1]
Hampir dari keseluruhan karya Tan Malaka yang berkaitan dengan Islam sangat
memuji tentang agama ini. Dalam Madilog misalnya Tan Malaka mengatakan, “Saya anggap bahwa agama
monotheisme Nabi Muhammad yang paling consequent terus lurus. Maka
itulah sebabnya menurut logika maka Muhammad yang terbesar diantara nabinya
monotheisme.”[2]
Tan Malaka tidak melihat adanya
pertentangan dirinya dengan ajaran-ajaran yang ada dalam agama Islam. Bahkan
Tan Malaka berani berbeda pendapat dengan Lenin di Rusia tentang Islam. Ia juga berbeda pendapat
dengan Komintern yang tetap memegang prinsip Marx yang menganggap agama sebagai
candu dan mencurigai bahwa Pan Islamisme hanya sebagai sebuah gerakan borjuis
Islam.[3]
Bagi Tan Malaka, Pan Islamisme adalah sebuah gerakan revolusioner dalam
menentang imperealisme. Dikatakan oleh Tan Malaka,
Saat ini, Pan-Islamisme
berarti perjuangan untuk pembebasan nasional, karena bagi kaum Muslim, Islam
adalah segalanya: tidak hanya agama, tetapi juga Negara, ekonomi, makanan, dan
segalanya. Dengan demikian Pan-Islamisme saat ini berarti persaudaraan antar
sesama Muslim, dan perjuangan kemerdekaan bukan hanya untuk Arab tetapi juga
India, Jawa dan semua Muslim yang tertindas. Persaudaraan ini berarti
perjuangan kemerdekaan praktis bukan hanya melawan kapitalisme Belanda, tapi
juga kapitalisme Inggris, Perancis dan Itali, oleh karena itu melawan
kapitalisme secara keseluruhan. Itulah arti Pan-Islamisme saat ini di Indonesia
di antara rakyat kolonial yang tertindas, menurut propaganda rahasia mereka –
perjuangan melawan semua kekuasaan imperialis di dunia.[4]
Keberanian Tan Malaka dalam berbeda pendapat dengan
banyak orang tentang Islam termasuk dengan Komintern bukan sebuah keberanian
yang sembrono, melainkan sebuah keberanian yang dilandasi dengan pengetahuannya
yang luas tentang Islam. Apakah Tan Malaka mempelajari Islam secara mendalam
atau tidak, memang belum bisa dibuktikan. Namun Tan Malaka dalam Madilog
mengatakan:
Sumber
yang saya peroleh buat Agama Islam, inilah yang hidup. Seperti saya sudah
lintaskan lebih dahulu dalam buku ini, saya lahir dalam keluarga Islam yang
taat. Pada ketika sejarahnya Islam buat bangsa Indonesia masih boleh dikatakan
pagi, diantara keluarga tadi sudah lahir seorang alim ulama, yang sampai
sekarang dianggap keramat. Ibu bapa saya keduanya taat dan orang yang takut
kepada Allah dan jalankan sabda Nabi.
Saya saksikan ibu saya
sakit menentang malaikat maut menyebut "Djuz Yasin" berkali-kali dan
sebagian besar dari Al-Qur’an, dilafalkan di luar kepala. Orang kabarkan bapak
saya didapati pingsan setelah badannya dalam air. Dia mau menjawat air
sembahyang, sedang menjalankan tarikat, setelah bangun sadar, dia bilang dia
berjumpa dengan saya yang pada waktu itu di negeri Belanda. Masih kecil sekali
saya sudah bisa tafsirkan Al-Qur’an, dan dijadikan guru muda. Sang Ibu
menceritakan Adam dan Hawa dan Nabi Yusuf. Tiada acap diceritakannya pemuka,
piatu Muhammad bin Abdullah, entah karena apa, mata saya terus basah
mendengarnya. Bahasa Arab terus sampai sekarang saya anggap sempurna, kaya,
merdu jitu dan mulia.[5]
Selama di kampung Tan Malaka mempelajari Islam tidak
dalam waktu yang lama sebagaimana kebanyakan pemuda Minangkabau yang lain,
karena ia harus meninggalkan Minangkabau untuk melanjutkan studinya ke Belanda.
Tapi ia senantiasa tertarik untuk memahami Islam. Dalam Madilog Tan Malaka
mengatakan,
….Saya sendiri tiada
sempat meneruskan pelajaran bahasa Arab yang saya pelajari berpuluh tahun yang
silam dengan cara surau yang sederhana itu tentulah sekarang sudah melayang
sama sekali. Tetapi semua perhubungan dengan Islam dan Arab dahulu di Eropa,
pasti mengambil perhatian saya. Dengan mengikat pinggang lebih erat, saya
ketika di Negeri Belanda membeli sejarah dunia berjilid-jilid salinan bahasa
Jerman ke Belanda, karena di dalamnya ada sejarah Islam dan Arab dituliskan
dengan lebih sempurna dari yang sudah-sudah.[6]
Antara Muslim atau Bukan
Tan Malaka sebagaimana diakuinya dalam Madilog di atas,
sewaktu masih kecil sudah bisa tafsir Al Qur’an dan ia malah ikut mengajarkan
Al Qur’an kepada temannya yang lain dalam posisi sebagai guru muda.[7] Ia juga
dilahirkan dalam keluarga penganut Islam yang taat. Menurut Zulhasril Nasir,
dalam perjalanan sejarahnya tidak ditemukan satu kalimatpun perkataan Tan
Malaka yang memusuhi Islam, apalagi tidak mengakui beragama Islam.[8] Dalam sebuah pidato yang disampaikannya
pada Kongres Komunis Internasional ke-empat pada tanggal 12 Nopember 1922 Tan Malaka mengatakan,
….Kami
telah ditanya di pertemuan-pertemuan publik: Apakah Anda Muslim - ya atau
tidak? Apakah Anda percaya pada Tuhan – ya atau tidak? Bagaimana kita
menjawabnya? Ya, saya katakan, ketika saya berdiri di depan Tuhan saya adalah
seorang Muslim, tapi ketika saya berdiri di depan banyak orang saya bukan seorang
Muslim, karena Tuhan mengatakan bahwa banyak iblis di antara banyak manusia![9]
Apa yang disampaikan Tan Malaka dihadapan tokoh-tokoh
komunis dunia pada Kongres Komunis Internasional ke-empat, menyiratkan bahwa
sesungguhnya ia tetap seorang muslim dan tidak pernah meninggalkan agama
tersebut. Selama masa Jepang seorang rekan yang pernah dekat dengan Tan Malaka
mengatakan bahwa ia tidak tahu apakah Tan Malaka melaksanakan shalat setiap
hari atau tidak, tetapi ia mengatakan bahwa Tan Malaka senantiasa melakukan
shalat Jum’at.[10]
Permasalahan Tan Malaka seorang yang
beraliran komunis, adalah masalah lain. Bisa saja komunis adalah sarana
perjuangan bagi seorang Tan Malaka untuk memanisfestasikan apa yang ada di
pikirannya. Tan Malaka tidak pernah menyerang Islam, sebaliknya ia justru
berusaha untuk menyatukan antara Islam dengan komunis. Oleh karena itu Tan
Malaka agak kecewa ketika pihak Serikat Islam (SI) melaksanakan langkah
disiplin partai. Tan Malaka mengatakan, “Memang susahlah menghilangkan sentimen
dan mendapatkan persamaan berbentuk satu program yang tegas nyata, dalam bangun
organisasi bagaimanapun juga.[11]
Tan Malaka dan Islamnya Seorang Bolsewik
Kajian tentang
Islamnya seorang Tan Malaka sampai sekarang masih dalam perdebatan. Tan Malaka
sendiri sebenarnya telah menyatakan bahwa ia adalah seorang Muslim. Hal itu
justru disampaikannya ketika ia berada dihadapan tokoh-tokoh komunis dunia di
depan Kongres Komunis Internasional ke-empat pada
tanggal 12 Nopember 1922. Ia dengan tegas menentang thesis yang didraf oleh
Lenin dan diadopsi pada Kongres Kedua, yang telah menekankan perlunya sebuah
“perjuangan melawan Pan-Islamisme”, Tan Malaka mengusulkan sebuah pendekatan
yang lebih positif. Ia menawarkan bahwa dalam kondisi zaman itu yang dibutuhkan
bukan melakukan perlawanan terhadap Islam karena hal itu berarti menambah
jumlah lawan yang harus dihadapi oleh kaum komunis dunia. Perlawanan yang
dilakukan oleh pihak komunis internasional terhadap Islam justru membuat kaum
komunis di sebagian dunia terutama di Timur akan mengalami kesulitan hebat.
Seperti di Indonesia, salah satu dampak perlawanan sebagian tokoh komunis
Indonesia telah menyebabkan perpisahan antara kaum komunis dengan Serikat
Islam.
Perbantahan yang dilakukan
oleh Tan Malaka terhadap ide Lenin yang menentang Pan Islamisme, tidak saja
dilakukan Tan Malaka karena mengharap keuntungan politis atas kerjasama yang
terjalin, akan tetapi jauh lebih dalam dari pada itu. Pengucilan kaum
komunis dari gerakan Islam bagi Tan
Malaka merupakan pengucilan terhadap dirinya sendiri. Bagaimanapun Tan Malaka
tidak bisa melepaskan diri dari Islam. Ia dilahirkan dari kalangan Islam yang
taat dan mempelajari berbagai literatur tentang Islam. Sebagaimana yang
disampaikannya di hadapan Kongres Internasionale IV tersebut, Tan Malaka
sebenarnya tetap sebagai muslim meskipun ia mengambil jalan komunis. Permasalahannya kemudian apakah Tan Malaka benar-benar
seorang muslim?
Banyak orang
meragukan bahwa Tan Malaka seorang muslim lantaran ia seorang komunis. Tapi
sepanjang literatur yang ditemukan dan berdasarkan pengakuan Tan Malaka di Kongres Internasionale IV sebagaimana telah dibahas sebelumnya, tidak
ada alasan untuk menolak keislaman seorang Tan Malaka.
Ketika mendapat pekerjaan tetap di Tambang
Arang, Bayah, Tan Malaka oleh beberapa orang di sekitar Bayah diketahui tetap melaksanakan shalat Jum’at. Memang
orang tidak melihatnya melakukan shalat lima waktu sehari semalam.[12] Di
bagian lain ada orang mengatakan bahwa ada dua waktu Tan Malaka yang tidak boleh
diganggu dan selalu dirahasikan dari orang lain. Dua kebiasaan tersebut adalah
ketika ia sedang Shalat dan ketika sedang menulis.
Berdasarkan
beberapa data di atas, maka dapat dikatakan bahwa Tan Malaka meskipun sebagai
seorang komunis, ia tetap sebagai seorang muslim. Ia mengamalkan Islam dengan
cara yang dipahaminya sendiri.
* * * *
[1] Karya berjudul Islam dalam
Tinjauan Madilog
sebenarnya adalah bagian dari karya Tan Malaka berjudul Madilog. Oleh karena itu, karya ini merupakan pengulangan dari apa
yang pernah dikemukakan Tan Malaka dalam Madilog
tersebut.
[3] Hasan Nasbi, Filosofi Negara
Menurut Tan Malaka (Jakarta, LPPM Tan Malaka, 2004), hal. 15.
[4] Tan Malaka, “Komunisme dan Pan Islamisme“, http://www.marxists.org/
indonesia/archive/malaka/panislamisme/ ondex.htm, diakses
tanggal 30 Desember 2010, jam. 20.54.
[5] Tan
Malaka, Madilog ..... hal. 381
[6] Tan
Malaka, Madilog ..... hal. 382.
[7] Tan
Malaka, Madilog ..... hal. 381
[8]
Zulhasril Nasir, Tan Malaka dan Gerakan Kiri Minangkabau (Yogyakarta,
Ombak, 2007), hal. 162.
[9] Ini adalah sebuah pidato yang disampaikan Tan Malaka
pada Kongres Komunis Internasional ke-empat pada tanggal 12 Nopember 1922.
Pidato ini menentang thesis yang didraf oleh Lenin dan diadopsi pada Kongres
Kedua, yang telah menekankan perlunya sebuah “perjuangan melawan
Pan-Islamisme”, Tan Malaka mengusulkan sebuah pendekatan yang lebih positif
dari apa yang dikemukakan Lenin tersebut. Lengkapnya lihat Tan
Malaka, “Komunisme dan Pan Islamisme“, http://www.marxists.org/indonesia/archive/.... diakses tanggal 30 Desember 2010, jam. 20.54.
[10] Hendri F. Isnaeni, Penyamaran Terakhir Tan Malaka di Banten
1943-1945 (Jakarta, Media Alam Semesta, 2009), hal. 105.
[11] Tan Malaka, Dari Penjara ke Penjara Jilid I (Jakarta, Teplok
Press, 2000), hal. 117-118.
[12] Hendri F. Isnaeni, Penyamaran Terakhir Tan Malaka di Banten
1943-1945, …. hal. 105.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar