Emansipasi dan Organisasi Awal
Kolonial
Oleh : Wazariyus, M.M.
April dan Mei adalah
dua bulan yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia. Setidak dua bulan
tersebut menjadi tonggak sejarah yang pada tahap selanjutnya mewarnai kehidupan
bangsa Indonesia. Kelahiran RA. Kartini di
Bulan April dan Kebangkitan Nasional Indonesia di Bulan Mei, di samping ada
hari pendidikan nasional untuk menghormati KH. Dewantara. Kemerdekaan Indonesia
di pengaruhi kemudian oleh peristiwa April dan Mei ini.
Emansipasi Wanita dan Nasionalisme
Wanita Indonesia pada masa kolonialisme Belanda masih berada dalam konservatisme dan sangat terikat oleh
adat. Pendi dikan di sekolah-sekolah hanya diperuntukkan bagi kaum laki-laki.
Sementara kaum perempuan hanya mendapat pendidikan di rumah atau di lingkungan
keluar ga. Pendidikan yang diperolehnya tidak lebih dari persiapan untuk
menjadi seorang Ibu rumah tangga yang baik. Memasak, menjahit dan membatik
merupa kan sebagian besar kegiatan anak-anak perempuan. Ikatan adat yang sangat
kuat tidak memung kinkan mereka memperoleh pendidikan lebih luas.
RA Kartini (1879-1904), dianggap sebagai tokoh yang mempelopori
kaum perempuan untuk melepaskan diri dari
keterkungkungan tersebut. Gerakan emansipasi wanita yang diserukannya
mengharapkan agar kaum wanita Indonesia diberi pendidikan. Kalau wanita
mendapat pendidikan, maka kemajuan wanita hanya soal waktu saja. Sebenarnya
buah pikiran Kartini untuk memajukan wanita Indonesia sudah ada di dalam
kumpulan surat-surat Habis Gelap Terbitlah Terang yang ditulisnya tahun 1899-1904, yang berisi
tentang kehidupan keluarga, adat istiadat, keterbela kangan wanita, cita-cita
terhadap kebahagiaan bangsanya, dan lain-lain.
Dalam waktu yang singkat, cita-cita Kartini mulai terealisasi kan,
sekolah-sekolah putri mulai didirikan dan emansipasi wanita selalu dibicarakan.
Pada tahun 1912 didirikan sekolah Kartini di
Semarang atas dorongan Van Deventer. Selain di Semarang didirikan pula
di Malang, Jakarta, Madiun, Bogor dengan bahasa Belanda sebagai bahasa pengan
tar dan di Cirebon, Rembang, Pekalongan, Indramayu, Suraba ya dengan bahasa
Jawa .
Pada tahun 1915 Dewi Sartika (1884-1947) mendirikan perkumpulan
pengasah budi di Bandung dan di Semarang didirikan Budi Wanito yang
memperjuangkan kemajuan dan emansipasi wanita
Budi
Utomo
Tahun 1907 Dr. Wahidin seorang tokoh cendikia wan yang merasa
bertang gung jawab atas kebodoh an dan keterbelakangan bangsanya melakukan
kunjungan ke sekolah STOVIA (salah satu lemba ga pendidikan yang meng hasilkan priyayi rendah Jawa).
Siswa di sana sangat bersemangat dan memberikan tanggapan yang baik atas
kedatangan Dr. Wahidin. Bersama beberapa siswa STOVIA seperti Soetomo dan
Goenawan Mangunkusu mo, Dr. Wahidin mengada kan perjalanan keliling Pulau Jawa
untuk meng himpun dana pendidikan.
Usaha yang dilakukan oleh Dr. Wahidin itu mendapat simpati yang
besar dari semua kalangan. Mereka yang kebetulan memiliki uang dengan sukarela
memberi kan sumbangannya. Setelah diadakan rapat-rapat untuk membicarakan lebih
jauh rencana mereka, tanggal 20 Mei 1908 terbentuklah suatu perkumpulan yang
dinamakan Budi Utomo, yang diketuai oleh Soetomo.
Corak baru yang diperkenal kan Budi Utomo adalah kesadaran lokal
yang diformulasikan dalam wadah organisasi modern, dalam arti bahwa organisasi
itu mempunyai pimpinan, ideologi yang jelas dan anggota. Lahirnya Budi Utomo,
telah merangsang berdi rinya organisasi-organisasi pergerak an lainnya di
Indonesia.
Budi Utomo (BU) bersifat koope ratif dengan pemerintah kolonial.
Dalam perjalanan nya, BU dengan fleksibilitasnya mulai menggeser orientasinya
dari kultur ke politik. Untuk tahap selan jutnya BU bukan hanya dikenal sebagi
salah satu organisa si nasional yang pertama di Indonesia, tetapi juga sebagai
salah satu organisasi terpanjang usianya sampai masa proklamasi kemerdekaan
Indonesia. BU mempunyai arti yang
penting meskipun anggotanya sangat sedikit dibanding dengan Sarikat Islam. Akan
tetapi berkat kehadiran BU, menyebabkan berlangsungnya perubahan-perubahan
politik hingga terjadinya integrasi nasional.
BU yang bertujuan untuk kemajuan Hindia Belanda ini terbuka bagi semua penduduk
seperti Jawa dan Madura. Akhirnya anggotanya meluas untuk seluruh penduduk
Hindia, tanpa membedakan keturunan, agama, maupun jenis kelamin. Juli 1908, BU
telah memiliki 650 anggota yang tersebar di Jakarta, Bogor, Bandung,
Yogyakarta, Magelang, Surabaya dan Probolinggo. Mereka yang bukan mahasiswa
juga menggabungkan diri ke dalam BU secara resmi menetapkan bahwa yang menjadi
perhatiannya adalah penduduk Jawa dan Madura. Bahasa yang dipergunakan secara
resmi dalam organisasi adalah bahasa melayu. Orang –orang Sunda pun ikut dalam organisasi ini.
Akan tetapi, lama –kelamaan peranan mahasiswa mulai tersingkirkan oleh kaum
priyayi yang semakin menguasai organisasi. Sementara itu, rasa keunggulan
budaya Jawa sering muncul ke permukaan sehingga dalam BU cabang Bandung,
organisasi terbagai dua menjadi bagian Jawa dan bagian Sunda.
Setelah BU lahir, maka berkembanglah sejumlah organisasi lainnya
dengan berbagai ideologi. Hal yang menarik untuk dicatat ialah bahwa ketika
para pemimpin kita membentuk organisasi dan partai, mereka pun juga segera
menerbitkan media massa entah surat kabar, majalah, brosur, dan lain-lain.
Penerbitan media massa sebagai senjata perlawanan telah dimulai oleh
Tirtoadisuryo yang menerbitkan Medan
Priyayi dan kemudian setiap kali ada organisasi terbentuk, maka pendiri
organisasi itu segera pula (berusaha) menerbitkan surat kabarnya sendiri.
Dalam rangka memperingati 105 tahun Kebangkitan Nasional di hari
bulan ini, maka pada angkatan 1908-1945 terdapat beberapa hal pokok sebagai wujud hasil
perjuangan mereka. Hal-hal pokok itu dapat disebut, yaitu :
1. Kesadaran persatuan dari banyak etnik-suku bangsa.
2. Nama bangsa yang satu-bersatu : Indonesia.
3. Kemerdekaan yang diprok lamasikan oleh Soekarno-Hatta, 17
Agustus 1945.
4. Bentuk Negara, yaitu Negara Kesatuan.
5. Bentuk Republik, bukan Negara Kerajaan.
6. Dasar-dasar berdemokrasi; angkatan Kebangkitan Nasio nal
sepakat untuk menata kehi dupan bersama
dalam bangsa-negara Indonesia di atas
prinsip-prinsip demokrasi.
7. Ideologi Negara : Pancasila.
Kini di tengah memperingati
105 tahun Kebangkitan Nasional itu, kita
juga sangat penting untuk mengingat bahwa kita sudah menjalani 67 tahun
merdeka. Pertanyaannya, apa yang telah kita wujudkan setelah 67 tahun merdeka
itu? Pertanyaan tersebut di atas harus dijawab dengan jernih sambil melihat
ke depan. Kita sangat perlu melihat hari
depan guna merancang perjalan an ke depan itu dengan keberha silan yang dapat
diperoleh dan rasakan bersama. Dalam kehendak seperti itulah peringatan 105 tahun Boedi Oetomo sebagai
sebuah langkah yang mampu menggerakkan proses untuk mengubah keadaan nasib diri
dari bangsa terjajah menjadi bangsa merdeka. Dari negeri
feodal-kolonialistik-otoriter menjadi Republik-demokratis. Dengan demikian,
sepatutnya anak bangsa ini bercermin kepada karya-karya besar tokoh-tokoh
pergerakan tersebut sehingga kita
benar-benar menjadi bangsa yang merdeka, dan demokratis!
Drs. WAZARYUS. MM
saat ini adalah Kepala SMAN 1 Kubung, Kabupaten Solok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar