Jumat, 10 Mei 2013

Emansipasi dan Organisasi Awal Kolonial



Emansipasi dan Organisasi Awal Kolonial
Oleh : Wazariyus, M.M.

April dan Mei adalah dua bulan yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia. Setidak dua bulan tersebut menjadi tonggak sejarah yang pada tahap selanjutnya mewarnai kehidupan bangsa Indonesia. Kelahiran RA. Kartini  di Bulan April dan Kebangkitan Nasional Indonesia di Bulan Mei, di samping ada hari pendidikan nasional untuk menghormati KH. Dewantara. Kemerdekaan Indonesia di pengaruhi kemudian oleh peristiwa April dan Mei ini.
Emansipasi Wanita dan Nasionalisme
Wanita Indonesia pada masa kolonialisme Belanda masih berada  dalam konservatisme dan sangat terikat oleh adat. Pendi dikan di sekolah-sekolah hanya diperuntukkan bagi kaum laki-laki. Sementara kaum perempuan hanya mendapat pendidikan di rumah atau di lingkungan keluar ga. Pendidikan yang diperolehnya tidak lebih dari persiapan untuk menjadi seorang Ibu rumah tangga yang baik. Memasak, menjahit dan membatik merupa kan sebagian besar kegiatan anak-anak perempuan. Ikatan adat yang sangat kuat tidak memung kinkan mereka memperoleh pendidikan lebih luas.
RA Kartini (1879-1904), dianggap sebagai tokoh yang mempelopori kaum perempuan untuk melepaskan diri dari  keterkungkungan tersebut. Gerakan emansipasi wanita yang diserukannya mengharapkan agar kaum wanita Indonesia diberi pendidikan. Kalau wanita mendapat pendidikan, maka kemajuan wanita hanya soal waktu saja. Sebenarnya buah pikiran Kartini untuk memajukan wanita Indonesia sudah ada di dalam kumpulan surat-surat Habis Gelap Terbitlah Terang  yang ditulisnya tahun 1899-1904, yang berisi tentang kehidupan keluarga, adat istiadat, keterbela kangan wanita, cita-cita terhadap kebahagiaan bangsanya, dan lain-lain.
Dalam waktu yang singkat, cita-cita Kartini mulai terealisasi kan, sekolah-sekolah putri mulai didirikan dan emansipasi wanita selalu dibicarakan. Pada tahun 1912 didirikan sekolah Kartini di  Semarang atas dorongan Van Deventer. Selain di Semarang didirikan pula di Malang, Jakarta, Madiun, Bogor dengan bahasa Belanda sebagai bahasa pengan tar dan di Cirebon, Rembang, Pekalongan, Indramayu, Suraba ya dengan bahasa Jawa .
Pada tahun 1915 Dewi Sartika (1884-1947) mendirikan perkumpulan pengasah budi di Bandung dan di Semarang didirikan Budi Wanito yang memperjuangkan kemajuan dan emansipasi wanita

Budi Utomo
Tahun 1907 Dr. Wahidin seorang tokoh cendikia wan yang merasa bertang gung jawab atas kebodoh an dan keterbelakangan bangsanya melakukan kunjungan ke sekolah STOVIA (salah satu lemba ga pendidikan  yang meng hasilkan priyayi rendah Jawa). Siswa di sana sangat bersemangat dan memberikan tanggapan yang baik atas kedatangan Dr. Wahidin. Bersama beberapa siswa STOVIA seperti Soetomo dan Goenawan Mangunkusu mo, Dr. Wahidin mengada kan perjalanan keliling Pulau Jawa untuk meng himpun dana pendidikan.
Usaha yang dilakukan oleh Dr. Wahidin itu mendapat simpati yang besar dari semua kalangan. Mereka yang kebetulan memiliki uang dengan sukarela memberi kan sumbangannya. Setelah diadakan rapat-rapat untuk membicarakan lebih jauh rencana mereka, tanggal 20 Mei 1908 terbentuklah suatu perkumpulan yang dinamakan Budi Utomo, yang diketuai oleh Soetomo.
Corak baru yang diperkenal kan Budi Utomo adalah kesadaran lokal yang diformulasikan dalam wadah organisasi modern, dalam arti bahwa organisasi itu mempunyai pimpinan, ideologi yang jelas dan anggota. Lahirnya Budi Utomo, telah merangsang berdi rinya organisasi-organisasi pergerak an lainnya di Indonesia.
Budi Utomo (BU) bersifat koope ratif dengan pemerintah kolonial. Dalam perjalanan nya, BU dengan fleksibilitasnya mulai menggeser orientasinya dari kultur ke politik. Untuk tahap selan jutnya BU bukan hanya dikenal sebagi salah satu organisa si nasional yang pertama di Indonesia, tetapi juga sebagai salah satu organisasi terpanjang usianya sampai masa proklamasi kemerdekaan Indonesia. BU  mempunyai arti yang penting meskipun anggotanya sangat sedikit dibanding dengan Sarikat Islam. Akan tetapi berkat kehadiran BU, menyebabkan berlangsungnya perubahan-perubahan politik hingga terjadinya integrasi nasional.
BU yang bertujuan untuk kemajuan Hindia  Belanda ini terbuka bagi semua penduduk seperti Jawa dan Madura. Akhirnya anggotanya meluas untuk seluruh penduduk Hindia, tanpa membedakan keturunan, agama, maupun jenis kelamin. Juli 1908, BU telah memiliki 650 anggota yang tersebar di Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta, Magelang, Surabaya dan Probolinggo. Mereka yang bukan mahasiswa juga menggabungkan diri ke dalam BU secara resmi menetapkan bahwa yang menjadi perhatiannya adalah penduduk Jawa dan Madura. Bahasa yang dipergunakan secara resmi dalam organisasi adalah bahasa melayu. Orang  –orang Sunda pun ikut dalam organisasi ini. Akan tetapi, lama –kelamaan peranan mahasiswa mulai tersingkirkan oleh kaum priyayi yang semakin menguasai organisasi. Sementara itu, rasa keunggulan budaya Jawa sering muncul ke permukaan sehingga dalam BU cabang Bandung, organisasi terbagai dua menjadi bagian Jawa dan bagian Sunda.
Setelah BU lahir, maka berkembanglah sejumlah organisasi lainnya dengan berbagai ideologi. Hal yang menarik untuk dicatat ialah bahwa ketika para pemimpin kita membentuk organisasi dan partai, mereka pun juga segera menerbitkan media massa entah surat kabar, majalah, brosur, dan lain-lain. Penerbitan media massa sebagai senjata perlawanan telah dimulai oleh Tirtoadisuryo yang  menerbitkan Medan Priyayi dan kemudian setiap kali ada organisasi terbentuk, maka pendiri organisasi itu segera pula (berusaha) menerbitkan surat kabarnya sendiri.
Dalam rangka memperingati 105 tahun Kebangkitan Nasional di hari bulan ini, maka pada angkatan 1908-1945 terdapat  beberapa hal pokok sebagai wujud hasil perjuangan mereka. Hal-hal pokok itu dapat disebut,  yaitu :
1. Kesadaran persatuan dari banyak etnik-suku bangsa.
2. Nama bangsa yang satu-bersatu : Indonesia.
3. Kemerdekaan yang diprok lamasikan oleh Soekarno-Hatta, 17 Agustus 1945.
4. Bentuk Negara, yaitu Negara Kesatuan.
5. Bentuk Republik, bukan Negara Kerajaan.
6. Dasar-dasar berdemokrasi; angkatan Kebangkitan Nasio nal sepakat  untuk menata kehi dupan bersama dalam bangsa-negara Indonesia  di atas prinsip-prinsip demokrasi.
7. Ideologi Negara : Pancasila.
Kini di tengah  memperingati 105 tahun Kebangkitan  Nasional itu, kita juga sangat penting untuk mengingat bahwa kita sudah menjalani 67 tahun merdeka. Pertanyaannya, apa yang telah kita wujudkan setelah 67 tahun merdeka itu? Pertanyaan tersebut di atas harus dijawab dengan jernih sambil melihat ke  depan. Kita sangat perlu melihat hari depan guna merancang perjalan an ke depan itu dengan keberha silan yang dapat diperoleh dan rasakan bersama. Dalam kehendak seperti itulah  peringatan 105 tahun Boedi Oetomo sebagai sebuah langkah yang mampu menggerakkan proses untuk mengubah keadaan nasib diri dari bangsa terjajah menjadi bangsa merdeka. Dari negeri feodal-kolonialistik-otoriter menjadi Republik-demokratis. Dengan demikian, sepatutnya anak bangsa ini bercermin kepada karya-karya besar tokoh-tokoh pergerakan tersebut  sehingga kita benar-benar menjadi bangsa yang merdeka, dan demokratis!

Drs. WAZARYUS. MM
saat ini adalah Kepala SMAN 1 Kubung, Kabupaten Solok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar