Buku “Tan Malaka Nasionalisme Seorang Revolusioner”
Karya
Syamdani yang judulnya “Tan Malaka Nasionalisme Seorang Revolusioner”, sungguh
luar biasa dari segi kuantitas dan kualitas. Buku ini diberi kata pengantar
oleh Dr. Harry A. Poeze, seorang doktor sejarah dari Leiden University,
Belanda. Profesor Mestika Zed, di depan para guru sejarah se-Sumatera Barat
dalam sebuah acara Forum komunikasi Guru sejarah (FKGS) Sumatera Barat
mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Syamdani dengan Tan Malakanya adalah
sesuatu yang besar. Pengetahuannya tentang Tan Malaka telah diakui oleh ahli
internasional yang khusus meneliti tentang Tan Malaka. Hal ini sangat jarang
dilakukan oleh seorang guru di Sumatera Barat. Barangkali hanya Syamdanilah
yang baru pertama memperolehnya.
Buku
yang ditulis oleh Syamdani ini memang layak untuk dibaca. Ada hal-hal baru yang
diungkapkan Syamdani dalam bukunya tentang Tan Malaka. Ia berbicara tentang
latar belakang Tan Malaka, kecintaannya tentang komunis, demokrasi di mata Tan
malaka serta mengkaji pula tentang keislaman Tan Malaka.
Sekedar
sebuah riwayat kecil, Sutan Ibrahim Gelar Datuk Tan Malaka lahir di Pandan
Gadang, Suliki, Sumatera Barat, tahun 1896. Ia menempuh pendidikan Kweekschool
di Bukittinggi sebelum melanjutkan pendidikan ke Belanda. Pulang ke Indonesia
tahun 1919 ia bekerja di perkebunan Tanjung Morawa, Deli.
Penindasan
terhadap buruh menyebabkan ia berhenti dan pindah ke Jawa tahun 1921. Ia
mendirikan sekolah di Semarang dan kemudian di Bandung. Aktivitasnya
menyebabkan ia diasingkan ke negeri Belanda. Ia malah pergi ke Moskwa dan
bergerak sebagai agen komunis internasional (Komintern) untuk wilayah Asia
Timur. Namun, ia berselisih paham karena tidak setuju dengan sikap Komintern
yang menentang pan-Islamisme.
Ia
berjuang menentang kolonialisme "tanpa henti selama 30 tahun" dari
Pandan Gadang (Suliki), Bukittinggi, Batavia, Semarang, Yogya, Bandung, Kediri,
Surabaya, sampai Amsterdam, Berlin, Moskwa, Amoy, Shanghai, Kanton, Manila,
Saigon, Bangkok, Hongkong, Singapura, Rangon, dan Penang. Ia sesungguhnya
pejuang Asia sekaliber Jose Rizal (Filipina) dan Ho Chi Minh ( Vietnam).
Ia
tidak setuju dengan rencana pemberontakan PKI yang kemudian meletus tahun
1926/1927 sebagaimana ditulisnya dalam buku Naar de Republiek Indonesia (Menuju
Republik Indonesia, Kanton, April 1925 dan dicetak ulang di Tokyo, Desember
1925). Perpecahan dengan Komintern mendorong Tan Malaka mendirikan Partai
Republik Indonesia (PARI) di Bangkok, Juni 1927.
Walaupun
bukan partai massa, organisasi ini dapat bertahan sepuluh tahun; pada saat yang
sama partai-partai nasionalis di Tanah Air lahir dan mati.
Perjuangan
Tan Malaka yang bersifat lintas bangsa dan lintas benua ini tidak banyak yang
tahu, padahal di Eropa ia sangat dikenal sebagai salah satu tokoh revolusi kiri.
Buku-bukunya sangat banyak dibaca orang di luar negeri, meskipun di masa Orde
Baru buku-bukunya sangat diharamkan beredar di Indonesia. Kini kelahiran buku “Tan
Malaka Nasionalisme Seorang Revolusioner”, yang ditulis oleh Syamdani ini, selain
menambah referensi tentang kisah Tan Malaka, juga menjadi bagian tak
terpisahkan dari melihat kembali tentang arti penting pemikiran Tan Malaka dalam
kancah perjuangan nasional. Tann Malaka memang telah dipadang kecil oleh banyak
orang di Idonesia, namun perjuangannya melebihi apa yang dipikirkan oleh
kebanyakan orang Indonesia.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar