Minggu, 12 Mei 2013

Buku “Tan Malaka Nasionalisme Seorang Revolusioner”



Buku “Tan Malaka Nasionalisme Seorang Revolusioner”



Karya Syamdani yang judulnya “Tan Malaka Nasionalisme Seorang Revolusioner”, sungguh luar biasa dari segi kuantitas dan kualitas. Buku ini diberi kata pengantar oleh Dr. Harry A. Poeze, seorang doktor sejarah dari Leiden University, Belanda. Profesor Mestika Zed, di depan para guru sejarah se-Sumatera Barat dalam sebuah acara Forum komunikasi Guru sejarah (FKGS) Sumatera Barat mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Syamdani dengan Tan Malakanya adalah sesuatu yang besar. Pengetahuannya tentang Tan Malaka telah diakui oleh ahli internasional yang khusus meneliti tentang Tan Malaka. Hal ini sangat jarang dilakukan oleh seorang guru di Sumatera Barat. Barangkali hanya Syamdanilah yang baru pertama memperolehnya.
Buku yang ditulis oleh Syamdani ini memang layak untuk dibaca. Ada hal-hal baru yang diungkapkan Syamdani dalam bukunya tentang Tan Malaka. Ia berbicara tentang latar belakang Tan Malaka, kecintaannya tentang komunis, demokrasi di mata Tan malaka serta mengkaji pula tentang keislaman Tan Malaka.
Sekedar sebuah riwayat kecil, Sutan Ibrahim Gelar Datuk Tan Malaka lahir di Pandan Gadang, Suliki, Sumatera Barat, tahun 1896. Ia menempuh pendidikan Kweekschool di Bukittinggi sebelum melanjutkan pendidikan ke Belanda. Pulang ke Indonesia tahun 1919 ia bekerja di perkebunan Tanjung Morawa, Deli.
Penindasan terhadap buruh menyebabkan ia berhenti dan pindah ke Jawa tahun 1921. Ia mendirikan sekolah di Semarang dan kemudian di Bandung. Aktivitasnya menyebabkan ia diasingkan ke negeri Belanda. Ia malah pergi ke Moskwa dan bergerak sebagai agen komunis internasional (Komintern) untuk wilayah Asia Timur. Namun, ia berselisih paham karena tidak setuju dengan sikap Komintern yang menentang pan-Islamisme.
Ia berjuang menentang kolonialisme "tanpa henti selama 30 tahun" dari Pandan Gadang (Suliki), Bukittinggi, Batavia, Semarang, Yogya, Bandung, Kediri, Surabaya, sampai Amsterdam, Berlin, Moskwa, Amoy, Shanghai, Kanton, Manila, Saigon, Bangkok, Hongkong, Singapura, Rangon, dan Penang. Ia sesungguhnya pejuang Asia sekaliber Jose Rizal (Filipina) dan Ho Chi Minh ( Vietnam).
Ia tidak setuju dengan rencana pemberontakan PKI yang kemudian meletus tahun 1926/1927 sebagaimana ditulisnya dalam buku Naar de Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia, Kanton, April 1925 dan dicetak ulang di Tokyo, Desember 1925). Perpecahan dengan Komintern mendorong Tan Malaka mendirikan Partai Republik Indonesia (PARI) di Bangkok, Juni 1927.
Walaupun bukan partai massa, organisasi ini dapat bertahan sepuluh tahun; pada saat yang sama partai-partai nasionalis di Tanah Air lahir dan mati.
Perjuangan Tan Malaka yang bersifat lintas bangsa dan lintas benua ini tidak banyak yang tahu, padahal di Eropa ia sangat dikenal sebagai salah satu tokoh revolusi kiri. Buku-bukunya sangat banyak dibaca orang di luar negeri, meskipun di masa Orde Baru buku-bukunya sangat diharamkan beredar di Indonesia. Kini kelahiran buku “Tan Malaka Nasionalisme Seorang Revolusioner”, yang ditulis oleh Syamdani ini, selain menambah referensi tentang kisah Tan Malaka, juga menjadi bagian tak terpisahkan dari melihat kembali tentang arti penting pemikiran Tan Malaka dalam kancah perjuangan nasional. Tann Malaka memang telah dipadang kecil oleh banyak orang di Idonesia, namun perjuangannya melebihi apa yang dipikirkan oleh kebanyakan orang Indonesia.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar